Islam memandang dunia ini bukan sebagai sesuatu yang hina dan harus dihindari. Tapi Islam mengajarkan agar bisa dimanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan akhirat (al dunya mazra’at al akhirah), Al Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber utama umat Islam banyak memberikan penjelasan tentang bagaimana sikap terbaik yang harus dilakukan dalam kehidupan di dunia ini.
Selain memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk melakukan usaha (bisnis), Islam juga memberikan beberapa prinsip dasar yang menjadi etika normatif yang harus ditaati ketika seorang muslim akan dan sedang menjalankan usaha.
Beberapa prinsip di bawah ini sangat jelas membedakan antara prinsip ekonomi Islam dengan prinsip Kapitalisme dan Sosialisme.
Pertama adalah proses mencari rezeki bagi seorang muslim merupakan suatu tugas wajib. Rasullulloh SAW bersabda, “Berusaha untuk mendapatkan penghasilan halal merupakan sebuah kewajiban, di samping tugas-tugas lain yang diwajibkan” (HR. Al-Baihaki). Juga dalam surat At-Taubah ayat 105, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan meliat pekerjaanmu”.
Kedua adalah rezeki yang kita cari haruslah rizki yang halal. “Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275). Nabi Muhammad SAW bersabda; “Daging yang tumbuh dari suatu yang haram tidak akan masuk surga, sedangkan neraka lebih sesuai bagi semua daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram” (HR. Jabir).
Ketiga adalah bersikap jujur dalam menjalankan usaha. Abu Sa’ad meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya dakan dmasukkan dalam golongan para nabi, orang-orang jujur dan para syuhada” (HR. Tirmidzi)
Keempat adalah semua proses yang dilakukan dalam rangka mencari rezeki haruslah dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga ridha Allah merupakan tujuan utama dari aktivitas bisnis kita. “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS. Al Jumu’ah : 10).
Kelima adalah bisnis yang akan dan sedang dijalankan jangan sampai menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Aspek kesinambungan dan keselarasan dengan alam menjadi suatu keharusan. Islam memberikan keistimewaan bagi manusia untuk menjadi khalifah di alam dunia ini, sehingga kita harus bisa mengatur kehidupan ini lebih berkeadilan, terhadap semua mahluk Allah seperti lingkungan hidup. Harus ada perubahan paradigma bahwa seluruh kekayaan alam ini bukan merupakan warisan dari nenek moyang, yang sekehendaknya dihabiskan dengan seenaknya. Harusnya berpikir untuk mengelolanya dengan lebih baik karena anak cucu kita meneruskan kehidupan di muka bumi ini.
Keenam adalah persaingan dalam bisnis bukan menjadi persoalan yang tabu, tapi justu persaingan dijadikan sebagai sarana untuk bisa berprestasi secara fair dan sehat (fastabikul al-khayrat). Kalau Allah tidak menghendaki adanya persaingan, maka tentu Allah tidak akan menciptakan kita dalam beragam etnis dan budaya yang berbeda. Adanya persaingan justru harus bisa memacu umat Islam untuk menjadi umat yang terbaik (khairu ummat). Jadikanlah sebagai partner untuk memicu kita agar menjadi manusia-manusia yang kreatif dan terus berinovasi untuk menghasilkan prosuk-prosuk baru.
Ketujuh adalah dalam menjalankan bisnis tidak boleh berpuas diri dengan apa yang sudah didapatkan. Islam mendorong pemeluknya untuk menjadi manusia-menusia yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dicapai dan selalu haus akan adanya penemuan-penemuan baru. Allah SWT berfirman, “Apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (QS. Al-Insyirah: 7)
Kedelapan adalah menyerahkan setiap amanah kepada ahlinya, bukan kepada sembarang orang, sekalipun keluarga sendiri. Rasullulloh SAW bersabda, “Jika suatu urusan diserahkan kepasa (orang) yang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya”. Dari hadits ini menunjukkan harus adanya prinsip profesionalisme kerja. Dalam surat An-Nisa ayat 58, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu untuk menyerahkan amanat kepada ahlinya dan jika kamu memutuskan suatu perkara di antara menusia, hendaknya kamu putuskan dengan adil.”
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya, Silakan tinggalkan jejak anda