Ada sebuah pepatah yang begitu indah dan mansyur : "Sesungguhnya diri (an-nafs) itu bagaikan kota madinah, kedua kaki dan seluruh anggota badan merupakan wilayahnya, kekuatan nafsu adalah walikotanya, kekuatan angkara murka adalah polisinya, sementara hati merupakan rajanya, dan akal sebagai perdana menterinya".
Hati (raja) ialah yang mengatur mereka semua, sehingga kerajaan dan situasinya menjadi stabil. Sebab wilayah walikotanya, yaitu nafsu, mempunyai watak pembohong, berlebihan dan suka mencampur adukan perkara yang hak dan yang batil. Polisinya sang angkara murka, berwatak kejam, suka berkelahi dan perusak. Jika sang raja membiarkan mereka dalam kondisi tabiat mereka masing-masing, maka kota menjadi hancur berantakan.
Raja harus bermusyawarah dengan perdana menteri, lalu menempelkan walikota dan polisi di bawah kendali perdana menteri. Sehingga keadaan kota jadi mantap dan kotapun menjadi maju dan makmur, begitu pula halnya dengan hati, ia mesti minta pertimbangan pada akal, lalu menempatkan nafsu dan angkara murka dibawah kendali dan perintah akal. Sehingga keadaan diri menjadi stabil dan kebahagiaan akan tercapai, pengenalan ke hadirat ilahi dapat tercapai. Seandainya akal di tempatkan dibawah angkara murka dan nafsu, maka diri manusia menjadi binasa dan di akherat hatinya pun akan menderita.
Hati diciptakan untuk memandang keindahan hadirat ilahi. Maka barang siapa bersungguh-sungguh didalam persoalan ciptaan yang satu ini, maka dia hamba yang selalu memfokus kan orientasi kehadirat ilahi. Allah berfirman : "Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada Ku"
Allah menciptakan hati dan memberinya kekuasaan serta pasukan, dan ia menjadikan diri (an-nafs) sebagai kendaraannya, sehingga dengan mengendarainya dia dapat meninggalkan alam debu menuju ketinggian yang tertinggi. Jika hati ingin melaksanakan kewajiban sebagai mahluk yang mendapat nikmat ini, dia harus duduk sebagai raja di tengah-tengah kerajaannya. Menjadikan hadhirat ilahi sebagai kiblat dan tujuannya, akherat sebagai kampung halaman dan kediamannya. Diri (an-nafs) sebagai kendaraan dan dunia sebagai tempat persinggahan, kedua tangan dan kaki sebagai pelayan-pelayannya, akal sebagai perdana mentrinya, nafsu sebagai pejabatnya, angkara murka sebagai polisi dan indera sebagai mata-mata. Masing-masing diserahkan tugas untuk wilayahnya sendiri-sendiri, mengumpulkan data-data yang kemudian untuk diserahkan kepada sang hati. Daya khayal berada didepan otak bertindak sebagai komandan, yang mengumpulkan informasi dari mata-mata, daya ingat berada ditengah-tengah benak, sebagai penanggung jawab administrasi yang mengumpulkan catatan-catatan dari tangan sang komandan, menyimpannya, dan mengajukan kepada sang akal. Apabila informasi-informasi itu telah sampai pada perdana menteri, maka dia akan melihat kerajaan berada dalam kondisinya normal dan stabil.
ketika melihat mereka salah satu telah membelot berarti mereka telah durhaka dan berlaku khianat dengan melakukan desersi.
jika semua bisa berlaku dengan baik berarti kita berada dalam kenikmatan.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya, Silakan tinggalkan jejak anda